Kamis, 11 Oktober 2012

Flying Circuit Pattern With Cessna 172



1. Pengertian Circuit (Traffic) Pattern

Circuit (Traffic) Pattern adalah pola standar diikuti oleh pesawat ketika lepas landas atau pendaratan, dengan tetap menjaga kontak visual dengan lapangan terbang. Circuit Pattern biasanya dioperasikan di bandara-bandara kecil atau bandar udara militer. 

Umumnya bandara besar menghindari sistem ini, kecuali untuk penerbangan komersial yang gagal mendarat ( Go Around).
Di bandara yang terdapat menara kontrol (Tower), akan menginstruksikan bagaimana dan di mana pesawat memasuki traffic pattern. 

Sebagai contoh, pesawat mungkin akan diinstruksikan, “PK-ARD, clear join right downwind runway 10, report downwind.”


2. Pola Dasar Circuit (Traffic) Pattern
http://holdingpoint.files.wordpress.com/2011/04/07603042287132930.png
Pola dasar Circuit Pattern terdapat beberapa posisi yang menjadi bagian dari pola baku :
    Upwind : Di mana posisi pesawat setelah lepas landas dan dalam posisi runway heading.
    Crosswind : Di mana posisi pesawat berada pada 90 derajat ke arah kiri/kanan setelah runway runway.
    Downwind : Di mana posisi pesawat berada sejajar pada runway dengan arah berlawanan.
    Baseleg : Di mana posisi pesawat berada posisi 90 derajat  dari arah kiri/kanan sebelum active runway.
    Final : Di mana posisi pesawat lurus pada active runway dan siap melakukan pendaratan.
Pola circuit pattern yang baku yang standar adalah Left Hand Pattern dan Right Hand Pattern.
Left Hand Pattern sendiri artinya dalah pesawat setelah lepas landar diwajibkan berbelok ke arah kiri dari active runway untuk kemudian memasuki tahap/posisi Left downwind yang berada di sebelah kiri active runway.
Right Hand Pattern artinya adalah pesawat setelah lepas landas diwajibkan berbelok ke arah kanan dari active runway untuk kemudian memasuki tahap/posisi Right Downwind yang berada di sebelah kanan active runway.
Perlu dipahami bahwa, setiap bandara memiliki karakteristik permukaan yang berbeda, sehingga tidak semua bandara bisa memakai pola Left Hand Pattern atau Right Hand Pattern ataupun keduanya. Semua tergantung kondisi permukaan bumi di sekitar bandara.


3. Yang perlu diketahui sebelum melakukan Circuit Pattern

Ada beberapa hal yang perlu diketahui, sebelum kita menjalankan circuit pattern :
    Altitude : Ketinggian jelajah untuk circuit pattern di Indonesia adalah 1500 ft AGL (Above Ground Level / Di atas permukaan Tanah). Misalkan, elevasi bandara adalah 100 ft, maka altitude maksimum untuk traffic circuit pattern adalah 1600 ft.

    Maintain Visual Contact With Aerodrome. Dalam menjalankan circuit pattern, pilot diwajibkan selalu menjaga kontak visual dengan bandara / runway. Oleh karena itu, circuit pattern sering disebut sebagai fly around aerodrome ( terbang di sekitar bandara). Jarak yang ideal dari bandara adalah 3 NM atau maksimal 5NM dari bandara / runway.

    METAR. Sebelum melakukan penerbangan, pilot diwajibkan untuk memeriksa METAR atau Weather information. Dalam METAR terdapat beberapa komponen yang sangat mempengaruhi penerbangan dengan pola circuit pattern, yakni : Surface Wind, akan mempengaruhi active runway. Visibility, Jarak pandang juga mempengaruhi apakah penerbangan VFR (Visual Flight Rules) diijinkan atau tidak, apabila jarak pandan di bawah 5000 meter, maka ATC berhak untuk tidak mengijinkan penerbangan VFR. QNH (tekanan barometic yang disesuaikan dengan permukaan laut) perlu disesuaikan pada instrument pesawat, guna menjaga keakuratan altitude (ketinggian jelajah) kita.

    Aerodrome Geographic Condition. Sebelum melakukan penerbangan, pilot juga diminta untuk memahami kondisi geografis di sekitar bandara, guna menentukan pola traffic pattern yang akan dijalankan nanti.

 


4. Bagaimana terbang Circuit Pattern?

    Setelah seluruh persiapan dan briefing selesai dan telah mendapat clearance dari ATC, kita taxi ke active runway. Perlu diketahui bahwa Cessna 172 tidak memerlukan runway yang panjang yakni antara 60.96 meter hingga 152.4 meter dalam kondisi cuaca normal dan tergantung pada payload serta skill pilot.

    Setelah posisi pesawat siap lepas landas dan semua instrument telah siap, maka silahkan untuk lepas landas, perhatikan juga  take off speed kemudian rate of  climb.

    Setelah airborne, maintain runway heading untuk join upwind hingga climbing rate dan speed aman. Setelah pesawat mencapai ketinggian 1000 ft AGL, memulai berbelok ke kiri/kanan untuk masuk ke fase crosswind sambil terus pendakian ke 1.500 ft AGL. Tetap berada pada posisi crosswind hingga 0.5 NM atau sekitar 20-30 detik.

    Kemudian, berbelok ke kiri/kanan untuk masuk ke fase downwind. Dalam pesawat real, pilot disarankan juga untuk selalu memperhatikan kontak visual baik dengan bandara / runway maupun geografis di sekitarnya.

    Selama dalam fase downwind, perhatikan juga throttle agar air speed tidak lebih dari 140 kts. Jaga selalu kontak visual dengan runway, saat posisi pesawat melewati threshold runway, tunggu hingga 1 menit di downwind, turunkan air speed hingga 90 kts dan flap 10.
    Setelah 1 menit, beloklah ke kiri atau ke kanan ke fase baseleg dengan speed 80 kts dan flaps 20.

    Saat berada pada fase baseleg, pesawat sudah memulai descend path untuk mendarat. Saat memasuki fase final, descend dengan descend rate yang tepat kemudian ketinggian yang aman sesuai dengan kondisi terrain.
    Pada posisi final, tentukanlah point atau titik pada runway yang mana menjadi target untuk touch down.

    Perlu diperhatikan, selalu menempatkan banking angle yang aman. Dalam hal ini di sarankan antara 25 derajat hingga 29 derajat (tergantung pilot skill)
    Setelah mendarat, taxi ke apron sambil mengembalikan flaps ke 0, dan seluruh after landing briefing di jalankan.


Catatan :
    Taxi speed selama berada di apron maupun di taxiway tidak lebih dari 20 kts.
    Seluruh fase yang dijalani sangat dipengaruhi oleh kondisi angin. Koreksi posisi pesawat secara manual apabila diperlukan.
Sebagai tambahan, saya sertakan penjelasan tentang panel Cessna 172

http://holdingpoint.files.wordpress.com/2011/04/cessna172_panel.jpg

Keterangan :
    Air Speed Indicator : Untuk menunjukkan Indicated Air Speed Pesawat
    Horizontal Situation Indicator : Untuk menunjukkan kondisi pesawat apakah tegak lurus atau tidak
    Altitude Indicator : Untuk menunjukkan altitude pesawat (Above Sea Level)
    Heading Indicator : Untuk menunjukkan heading pesawat
    Vertical Speed Indicator : Untuk menunjukkan Climb Rate dan Descend Rate
    VOR 1 Indicator : Untuk menunjukkan posisi pesawat dari VOR tertentu
    VOR 2 Indicator : Untuk menunjukkan posisi pesawat dari VOR tertentu
    Auto Direction Find (ADF) : Untuk menunjukkan posisi pesawat dari NDB tertentu

Untuk mengaktifkan VOR 1, kita perlu set frekuensi VOR utama yang kita pakai pada NAV1 di radio stack, sedangkan VOR 2 merupakan VOR cadangan atau VOR kedua yang kita tuju setelah VOR 1 pada penerbangan VFR dan frekuensi VOR 2 diset pada NAV 2 di radio stack.
Auto Direction Find (ADF) akan aktif apabila kita set frekuensi NDB pada ADF di radio stack.

Demikian sedikit tutorial ini yang sengaja saya buat dengan bahasa sesederhana mungkin agar dapat dipahami dengan gampang. Semoga bermanfaat.

 franz de assiz
(wakei memau)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar