“INSPIRASI merupakan bahan terpenting untuk mencapai kesuksesan dalam
segala kegiatan manusia, dan inspirasi dari suatu tindakan dapat
ditumbuhkan dari sebuah keinginan sebab salah satu penemuan terbesar
umat manusia adalah mereka bisa melakukan hal-hal yang sebelumnya mereka
sangka tidak bisa dilakukan.”
Kata-kata bijak itu menjadi cambuk bagi Meki Nawipa, Putra Papua asal
Suku Mee, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua. Semasa kecil, anak dari
Yahya Nawipa dan Ruth Gobay ini bercita-cita menjadi seorang penerbang.
Meki kecil yang lahir di Enarotali pada 6 November 1978 silam itu
mengaku awal mula tertarik pada dunia penerbangan sejak masih di sekolah
dasar. Dia berkisah, setiap kali pesawat cessna mendarat di Enarotali,
dirinya selalu berkhayal ingin menjadi pilot supaya bisa menerbangkan
pesawat. Cita-cita menjadi penerbang tak pernah hilang dalam sejarah
hidupnya. Kendati hanya anak seorang guru, namun ia bertekad membuktikan
kepada orang tua dan teman-temannya bahwa kelak cita-cita menjadi pilot
akan terwujud.
Ia sadar bahwa menggapai cita-cita itu perlu banyak belajar, karena
itu setelah menamatkan Sekolah Dasar YPPGI Kebo (Paniai) pada 1990, ia
lantas melanjutkan ke SMP Negeri Komopa (Paniai) dan tamat pada 1993.
Meki kemudian melanjutkan pendidikan lagi di SMA 5 Jayapura dan tamat
pada 1996. Nyaris putus asa lantaran terganjal masalah biaya membuat
Meki sempat banting strir dan kuliah pada Institut Pertanian Bogor (IPB)
Fakultas Peternakan, Ilmu Produksi Ternak sejak 1996 hingga 1998.
Walaupun terdaftar sebagai mahasiswa IPB namun diam-diam Meki masih
menyimpan keinginan yang begitu kuat untuk menjadi penerbang. Sambil
kuliah, Meki berusaha mendekati beberapa donator yang kiranya bersedia
membiayainya ke sekolah penerbangan. Upaya Meki praktis tak membuahkan
hasil, namun Tuhan masih berbaik hati dan mau mendengarkan doanya. Ia
kemudian diterima di Deraya Flying School , Halim Perdana Kusuma Jakarta
atas dukungan dana dari Lembaga Pengembangan Masyarakat Irian Jaya
(LPMI), kini Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro
(LPMAK-Red).
“Saya berterimakasih sekali pada PT Freeport Indonesia dan LPMAK yang
telah memberikan dukungan dana melalui Dana Kemitraan sehingga saya
bisa berhasil menyelesaikan pendidikan studi pada Deraya Flying School
untuk tahap Privat Pilot Licence (PPL) dan tamat pada 2000,” kata Meki.
Untuk menambah pengetahuan pada dunia penerbangan, pada 2004 ia
menempu studi penerbangan dari program awal pada Bible College of
Victoria (BCV) di Melbourne-Australia. Program ini diselesaikan dalam
dua tahapan yaitu tahap CPL pada 2006 dan ME-IR pada 2007.
“Menerbangkan sebuah pesawat memerlukan beberapa syarat. Pertama,
harus lulus dari PPL (Private Pilot Liason). Kedua, mendapat CPL
(Comersial Pilot Liason) dan ketiga yaitu mendapat IR (Instrumen
Reating),” ujar Meki.
Sebagai penerbang, Meki merasa perlu menguasai bahasa Inggris
sehingga ia juga belajar Bahasa Inggris di Englis Education Center (EEC)
Jakarta dan lebih memperdalam lagi di Boxil-Australia pada 2003.
Sebelum pulang ke Indonesia untuk menerbangkan pesawat, ia mengikuti
evaluasi terbang bersama Yayasan Mission Aviation Fellowship (MAF)
Australia di Papua New Guinea pada 2003.
Sekembali ke tanah air, pada 2008 ia mulai bekerja sebagai penerbang di maskapai penerbangan SUSI AIR.
Franz de Assiz
(wakei memau)
Sekembali ke tanah air, pada 2008 ia mulai bekerja sebagai penerbang di maskapai penerbangan SUSI AIR.
Franz de Assiz
(wakei memau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar