“Terbang di
atas pegunungan Jayawijaya dengan sebuah pesawat misi rasanya sungguh
mengecilkan manusia berhadapan dengan kemegahan alam ciptaan Allah…
namun di lain pihak sadar dengan akal budinya, manusia akhirnya mampu
menjelajah angkasa dan menguasai jarak hingga dunialah yang terasa
mengecil,” cuplikan homili uskup Jayapura: Mgr.Leo Laba Ladjar, OFM
selebran utama misa syukur 50 tahun penerbangan misi, Association
Mission Aviation (AMA) di Sentani hari Senin, 27 April 2009.
Allah masih menjadi jaminan
Acara pesta
emas penerbangan misi dimulai dengan misa konselebrasi meriah oleh 5
uskup, pemilik dari AMA, beserta tiga puluhan imam yang umumnya dari
Keuskupan Jayapura. Dalam homilinya, selebran utama, Mgr. Leo Laba
Ladjar, OFM mengingatkan kehadiran AMA untuk pelayanan misi dan menjaga
keutuhan ciptaan sebagaimana pada tanggal 23 Maret 1959, karya
penerbangan ini telah dirintis para misionaris fransiskan menjawab
tantangan misi di Papua. “walupun manusia zaman ini mulai menanggalkan
pesona illahi sehingga gunung hanya dilihat berapa banyak emas di
dalamnya, hutan-hutan hanya dinilai dari berapa dolar yang akan
dihasilkan kayunya tapi hari ini kita rayakan bagaimana jari Allah
memudahkan karya misi kita,” ujarnya.
Dalam misa pesta emas di home base
AMA di Sentani ini, para uskup juga memberkati hanggar baru dan sebuah
pesawat baru, PAC 750 XL. Acara ini memang menunjukkan keunggulan AMA,
dengan masuknya banyak unsur inkulturasi budaya dalam misa,
diperlihatkan bagaimana karya misi penerbangan memperkenalkan orang
papua melihat dunia dan sebaliknya. Sambutan tertulis dari gubernur
Papua dan acara joy ride dengan pesawat baru jelas-jelas
menunjukkan pengaruh AMA bagi perkembangan masyarakat Papua.
Pesawat-pesawat AMA membawa banyak murid dari pedalaman masuk dalam
pusat-pusat pendidikan misi dan akhirnya menjadi kader-kader pendidikan,
pemerintahan dan pembangunan di Papua. Untuk pelayananan macam itu AMA
memang selalu menjadi operator pertama pesawat berkemampuan khusus,
seperti PAC 75 XL, yang bisa lepas landas dari lapangan perintis yang
pendek (STOL, Short Take Off and Landing).
Beratnya medan
pegunungan tinggi di Papua menyebabkan banyak kecelakaan yang merenggut
nyawa para pilot dan misionaris dalam penerbangan menuju tempat tugas
mereka. Suasana haru menyelimuti hampir di setiap bagian acara pesta ini
saat hening mengenang pengorbanan jiwa para pilot dan misionaris. Walau
banyak kecelakaan, umumnya pesawat AMA tidak diasuransikan, badan
pengurus mengelola sendiri dana asuransi masing-masing pesawat. Sehingga
makin tepatlah keyakinan yang disampaikan sang Uskup: “Allah masih
menjadi jaminan kehidupan dan karya kita!”
AMA harus mensubsidi penerbangan misi dengan bisnis penerbangan
Berbekal tujuh
pesawat, AMA saat ini melayani transportasi udara yang harus dilakukan
oleh misi untuk menjangkau wilayah pastoral yang sebagian besar tersebar
di pedalaman gunung dan pantai Papua. Lima keuskupan di papua sangat
terbantu dengan penerbangan misi yang diperjuangkan terutama oleh P.
Cremers, OFM. Semenjak berhentinya subsidi luar negeri untuk karya
penerbangan misi, kini AMA harus masuk dalam dunia bisnis penerbangan
guna mensubsidi biaya transportasi udara yang harus dilakukan misi
domestik kelima keuskupan di Papua.
Sebagai
penerbangan misi, AMA tidak hanya menyediakan pesawat dan pilot.
“Mungkin AMA satu-satunya maskapai penerbangan yang demi pelayanan
penerbangannya telah membangun banyak landasan perintis,” komentar Mgr.
Datus Lega, Uskup Sorong. Hingga sekarang, AMA bersama dengan lembaga
misi dan umat telah membangun sekitar 400 lapangan terbang perintis.
Tidak cukup dengan adanya lapangan terbang, di setiap pos tersebut harus
ada satu unit radio ssb dengan operator lapangan untuk mengetahui
kondisi cuaca, menjaga keamanan pendaratan dan bongkar muat pesawat.
“Banyak wilayah dimana runway dibangun AMA telah menjadi maju dan berkembang, sekarang pemerintah mengambil alih runway
dan mengembangkannya menjadi bandar udara perintis tanpa ganti rugi
atau sedikitnya izin dari Gereja.” Lanjut Mgr. John Philip, Uskup Timika
sekaligus ketua badan pengurus AMA. Bandara Ayewasi dan Merdey di
Sorong serta bandara di Moanemani, ibu kota kabupaten Dogiyai dan juga
bandara di Bilogai, Paniai adalah contoh daerah yang berkembang karena
menjadi pusat misi Katolik berkat adanya bandara dan penerbangan yang
dirintis AMA.
Melihat
pemerintah kini mengambil alih banyak bandara perintis tersebut, para
uskup tidak merasa keberatan walau tanpa ganti rugi atau ‘pamit’ pada
Gereja yang susah payah membangunnya, “Yang penting, pemerintah
memelihara dan mengembangkannya untuk pelayanan masyarakat itu sudah
cukup bagi kami,” serius Mgr John menutup komentarnya. Sangat
diharapkan, sejak AMA juga terjun dalam bisnis penerbangan, pemerintah
memanfaatkan jasa AMA untuk melayani rute-rute penerbangan ke daerah
pedalaman daripada mengikat perjanjian dengan perusahaan penerbangan
lain yang murni menarik keuntungan dan nyata-nyata masih harus mendarat
di lapangan terbang yang dibangun oleh AMA dan misi Gereja Katolik.
Harus tambah armada
Menjelang
acara ulang tahun AMA, menggunakan pesawat baru, badan pengurus
berkeliling wilayah kabupaten Merauke melihat kemungkinan membuka rute
baru di wilayah selatan. Mgr. Nico MSC, Uskup Agung Merauke menyambut
positif safari ini dan mendukung rencana badan pengurus memperbesar
armada pesawat bekemampuan khusus. “Setelah 20 tahun ditinggalkan, kami
rindu melihat sayap-sayap putih AMA melintasi langit menyibak awan di
wilayah selatan…” ungkapnya penuh semangat menyambut rute baru AMA di
Merauke, Ewer, Bade, Kepi dan Tanah Merah.
Sekarang ini
AMA memiliki tujuh pesawat berkemampuan khusus, seperti Pilatus Porter
PC-6 dan PAC 750 XL, untuk melayani wilayah misi di pedalaman. Kebutuhan
minimal bagi penerbangan misi melayani semua keuskupan adalah sembilan
pesawat. Sementara untuk melakukan pelayanan yang optimal AMA masih
memerlukan dua belas pesawat lagi untuk melengkapi tujuh pesawat yang
kini berjuang keras melayani rute-rute yang berat. Dalam waktu dekat,
memanfaatkan pesawat-pesawat Cessna yang sudah tidak ekonomis untuk
melayani penerbangan misi, AMA juga akan mengembangkan sekolah
penerbangan untuk mencukupi kebutuhan pilot lokal bagi misi maupun
perusahaan penerbangan lain.
Franz de Assiz
(wakei memau)
Franz de Assiz
(wakei memau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar