Jumat, 29 Juni 2012

Dirgahayu 50 th AMA di tanah Papua

“Terbang di atas pegunungan Jayawijaya dengan sebuah pesawat misi rasanya sungguh mengecilkan manusia berhadapan dengan kemegahan alam ciptaan Allah… namun di lain pihak sadar dengan akal budinya, manusia akhirnya mampu menjelajah angkasa dan menguasai jarak hingga dunialah yang terasa mengecil,” cuplikan homili uskup Jayapura: Mgr.Leo Laba Ladjar, OFM selebran utama misa syukur 50 tahun penerbangan misi, Association Mission Aviation (AMA) di Sentani hari Senin, 27 April 2009.

clip_image002

Allah masih menjadi jaminan
Acara pesta emas penerbangan misi dimulai dengan misa konselebrasi meriah oleh 5 uskup, pemilik dari AMA, beserta tiga puluhan imam yang umumnya dari Keuskupan Jayapura. Dalam homilinya, selebran utama, Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM mengingatkan kehadiran AMA untuk pelayanan misi dan menjaga keutuhan ciptaan sebagaimana pada tanggal 23 Maret 1959, karya penerbangan ini telah dirintis para misionaris fransiskan menjawab tantangan misi di Papua. “walupun manusia zaman ini mulai menanggalkan pesona illahi sehingga gunung hanya dilihat berapa banyak emas di dalamnya, hutan-hutan hanya dinilai dari berapa dolar yang akan dihasilkan kayunya tapi hari ini kita rayakan bagaimana jari Allah memudahkan karya misi kita,” ujarnya.
Dalam misa pesta emas di home base AMA di Sentani ini, para uskup juga memberkati hanggar baru dan sebuah pesawat baru, PAC 750 XL. Acara ini memang menunjukkan keunggulan AMA, dengan masuknya banyak unsur inkulturasi budaya dalam misa, diperlihatkan bagaimana karya misi penerbangan memperkenalkan orang papua melihat dunia dan sebaliknya. Sambutan tertulis dari gubernur Papua dan acara joy ride dengan pesawat baru jelas-jelas menunjukkan pengaruh AMA bagi perkembangan masyarakat Papua. Pesawat-pesawat AMA membawa banyak murid dari pedalaman masuk dalam pusat-pusat pendidikan misi dan akhirnya menjadi kader-kader pendidikan, pemerintahan dan pembangunan di Papua. Untuk pelayananan macam itu AMA memang selalu menjadi operator pertama pesawat berkemampuan khusus, seperti PAC 75 XL, yang bisa lepas landas dari lapangan perintis yang pendek (STOL, Short Take Off and Landing).
Beratnya medan pegunungan tinggi di Papua menyebabkan banyak kecelakaan yang merenggut nyawa para pilot dan misionaris dalam penerbangan menuju tempat tugas mereka. Suasana haru menyelimuti hampir di setiap bagian acara pesta ini saat hening mengenang pengorbanan jiwa para pilot dan misionaris. Walau banyak kecelakaan, umumnya pesawat AMA tidak diasuransikan, badan pengurus mengelola sendiri dana asuransi masing-masing pesawat. Sehingga makin tepatlah keyakinan yang disampaikan sang Uskup: “Allah masih menjadi jaminan kehidupan dan karya kita!”
AMA harus mensubsidi penerbangan misi dengan bisnis penerbangan
Berbekal tujuh pesawat, AMA saat ini melayani transportasi udara yang harus dilakukan oleh misi untuk menjangkau wilayah pastoral yang sebagian besar tersebar di pedalaman gunung dan pantai Papua. Lima keuskupan di papua sangat terbantu dengan penerbangan misi yang diperjuangkan terutama oleh P. Cremers, OFM. Semenjak berhentinya subsidi luar negeri untuk karya penerbangan misi, kini AMA harus masuk dalam dunia bisnis penerbangan guna mensubsidi biaya transportasi udara yang harus dilakukan misi domestik kelima keuskupan di Papua.
Sebagai penerbangan misi, AMA tidak hanya menyediakan pesawat dan pilot. “Mungkin AMA satu-satunya maskapai penerbangan yang demi pelayanan penerbangannya telah membangun banyak landasan perintis,” komentar Mgr. Datus Lega, Uskup Sorong. Hingga sekarang, AMA bersama dengan lembaga misi dan umat telah membangun sekitar 400 lapangan terbang perintis. Tidak cukup dengan adanya lapangan terbang, di setiap pos tersebut harus ada satu unit radio ssb dengan operator lapangan untuk mengetahui kondisi cuaca, menjaga keamanan pendaratan dan bongkar muat pesawat. “Banyak wilayah dimana runway dibangun AMA telah menjadi maju dan berkembang, sekarang pemerintah mengambil alih runway dan mengembangkannya menjadi bandar udara perintis tanpa ganti rugi atau sedikitnya izin dari Gereja.” Lanjut Mgr. John Philip, Uskup Timika sekaligus ketua badan pengurus AMA. Bandara Ayewasi dan Merdey di Sorong serta bandara di Moanemani, ibu kota kabupaten Dogiyai dan juga bandara di Bilogai, Paniai adalah contoh daerah yang berkembang karena menjadi pusat misi Katolik berkat adanya bandara dan penerbangan yang dirintis AMA.
Melihat pemerintah kini mengambil alih banyak bandara perintis tersebut, para uskup tidak merasa keberatan walau tanpa ganti rugi atau ‘pamit’ pada Gereja yang susah payah membangunnya, “Yang penting, pemerintah memelihara dan mengembangkannya untuk pelayanan masyarakat itu sudah cukup bagi kami,” serius Mgr John menutup komentarnya. Sangat diharapkan, sejak AMA juga terjun dalam bisnis penerbangan, pemerintah memanfaatkan jasa AMA untuk melayani rute-rute penerbangan ke daerah pedalaman daripada mengikat perjanjian dengan perusahaan penerbangan lain yang murni menarik keuntungan dan nyata-nyata masih harus mendarat di lapangan terbang yang dibangun oleh AMA dan misi Gereja Katolik.
Harus tambah armada
Menjelang acara ulang tahun AMA, menggunakan pesawat baru, badan pengurus berkeliling wilayah kabupaten Merauke melihat kemungkinan membuka rute baru di wilayah selatan. Mgr. Nico MSC, Uskup Agung Merauke menyambut positif safari ini dan mendukung rencana badan pengurus memperbesar armada pesawat bekemampuan khusus. “Setelah 20 tahun ditinggalkan, kami rindu melihat sayap-sayap putih AMA melintasi langit menyibak awan di wilayah selatan…” ungkapnya penuh semangat menyambut rute baru AMA di Merauke, Ewer, Bade, Kepi dan Tanah Merah.
Sekarang ini AMA memiliki tujuh pesawat berkemampuan khusus, seperti Pilatus Porter PC-6 dan PAC 750 XL, untuk melayani wilayah misi di pedalaman. Kebutuhan minimal bagi penerbangan misi melayani semua keuskupan adalah sembilan pesawat. Sementara untuk melakukan pelayanan yang optimal AMA masih memerlukan dua belas pesawat lagi untuk melengkapi tujuh pesawat yang kini berjuang keras melayani rute-rute yang berat. Dalam waktu dekat, memanfaatkan pesawat-pesawat Cessna yang sudah tidak ekonomis untuk melayani penerbangan misi, AMA juga akan mengembangkan sekolah penerbangan untuk mencukupi kebutuhan pilot lokal bagi misi maupun perusahaan penerbangan lain.

Franz de Assiz
(wakei memau)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar