1. Pengertian Circuit (Traffic) Pattern
Circuit
(Traffic) Pattern adalah pola standar diikuti oleh pesawat ketika lepas
landas atau pendaratan, dengan tetap menjaga kontak visual dengan
lapangan terbang. Circuit Pattern biasanya dioperasikan di
bandara-bandara kecil atau bandar udara militer.
Umumnya bandara besar
menghindari sistem ini, kecuali untuk penerbangan komersial yang gagal
mendarat ( Go Around).
Di bandara yang terdapat menara kontrol
(Tower), akan menginstruksikan bagaimana dan di mana pesawat memasuki
traffic pattern.
Sebagai contoh, pesawat mungkin akan diinstruksikan,
“PK-ARD, clear join right downwind runway 10, report downwind.”
2. Pola Dasar Circuit (Traffic) Pattern

Pola dasar Circuit Pattern terdapat beberapa posisi yang menjadi bagian dari pola baku :
Upwind : Di mana posisi pesawat setelah lepas landas dan dalam posisi runway heading.
Crosswind : Di mana posisi pesawat berada pada 90 derajat ke arah kiri/kanan setelah runway runway.
Downwind : Di mana posisi pesawat berada sejajar pada runway dengan arah berlawanan.
Baseleg : Di mana posisi pesawat berada posisi 90 derajat dari arah kiri/kanan sebelum active runway.
Final : Di mana posisi pesawat lurus pada active runway dan siap melakukan pendaratan.
Pola circuit pattern yang baku yang standar adalah Left Hand Pattern dan Right Hand Pattern.
Left
Hand Pattern sendiri artinya dalah pesawat setelah lepas landar
diwajibkan berbelok ke arah kiri dari active runway untuk kemudian
memasuki tahap/posisi Left downwind yang berada di sebelah kiri active
runway.
Right Hand Pattern artinya adalah pesawat setelah lepas
landas diwajibkan berbelok ke arah kanan dari active runway untuk
kemudian memasuki tahap/posisi Right Downwind yang berada di sebelah
kanan active runway.
Perlu dipahami bahwa, setiap bandara memiliki
karakteristik permukaan yang berbeda, sehingga tidak semua bandara bisa
memakai pola Left Hand Pattern atau Right Hand Pattern ataupun keduanya.
Semua tergantung kondisi permukaan bumi di sekitar bandara.
3. Yang perlu diketahui sebelum melakukan Circuit Pattern
Ada beberapa hal yang perlu diketahui, sebelum kita menjalankan circuit pattern :
Altitude : Ketinggian jelajah untuk circuit pattern di Indonesia
adalah 1500 ft AGL (Above Ground Level / Di atas permukaan Tanah).
Misalkan, elevasi bandara adalah 100 ft, maka altitude maksimum untuk
traffic circuit pattern adalah 1600 ft.
Maintain Visual Contact
With Aerodrome. Dalam menjalankan circuit pattern, pilot diwajibkan
selalu menjaga kontak visual dengan bandara / runway. Oleh karena itu,
circuit pattern sering disebut sebagai fly around aerodrome ( terbang di
sekitar bandara). Jarak yang ideal dari bandara adalah 3 NM atau
maksimal 5NM dari bandara / runway.
METAR. Sebelum melakukan
penerbangan, pilot diwajibkan untuk memeriksa METAR atau Weather
information. Dalam METAR terdapat beberapa komponen yang sangat
mempengaruhi penerbangan dengan pola circuit pattern, yakni : Surface
Wind, akan mempengaruhi active runway. Visibility, Jarak pandang juga
mempengaruhi apakah penerbangan VFR (Visual Flight Rules) diijinkan atau
tidak, apabila jarak pandan di bawah 5000 meter, maka ATC berhak untuk
tidak mengijinkan penerbangan VFR. QNH (tekanan barometic yang
disesuaikan dengan permukaan laut) perlu disesuaikan pada instrument
pesawat, guna menjaga keakuratan altitude (ketinggian jelajah) kita.
Aerodrome Geographic Condition. Sebelum melakukan penerbangan, pilot
juga diminta untuk memahami kondisi geografis di sekitar bandara, guna
menentukan pola traffic pattern yang akan dijalankan nanti.
4. Bagaimana terbang Circuit Pattern?
Setelah seluruh persiapan dan briefing selesai dan telah mendapat
clearance dari ATC, kita taxi ke active runway. Perlu diketahui bahwa
Cessna 172 tidak memerlukan runway yang panjang yakni antara 60.96 meter
hingga 152.4 meter dalam kondisi cuaca normal dan tergantung pada
payload serta skill pilot.
Setelah posisi pesawat siap lepas
landas dan semua instrument telah siap, maka silahkan untuk lepas
landas, perhatikan juga take off speed kemudian rate of climb.
Setelah airborne, maintain runway heading untuk join upwind hingga
climbing rate dan speed aman. Setelah pesawat mencapai ketinggian 1000
ft AGL, memulai berbelok ke kiri/kanan untuk masuk ke fase crosswind
sambil terus pendakian ke 1.500 ft AGL. Tetap berada pada posisi
crosswind hingga 0.5 NM atau sekitar 20-30 detik.
Kemudian,
berbelok ke kiri/kanan untuk masuk ke fase downwind. Dalam pesawat real,
pilot disarankan juga untuk selalu memperhatikan kontak visual baik
dengan bandara / runway maupun geografis di sekitarnya.
Selama
dalam fase downwind, perhatikan juga throttle agar air speed tidak lebih
dari 140 kts. Jaga selalu kontak visual dengan runway, saat posisi
pesawat melewati threshold runway, tunggu hingga 1 menit di downwind,
turunkan air speed hingga 90 kts dan flap 10.
Setelah 1 menit, beloklah ke kiri atau ke kanan ke fase baseleg dengan speed 80 kts dan flaps 20.
Saat berada pada fase baseleg, pesawat sudah memulai descend path
untuk mendarat. Saat memasuki fase final, descend dengan descend rate
yang tepat kemudian ketinggian yang aman sesuai dengan kondisi terrain.
Pada posisi final, tentukanlah point atau titik pada runway yang mana menjadi target untuk touch down.
Perlu diperhatikan, selalu menempatkan banking angle yang aman. Dalam
hal ini di sarankan antara 25 derajat hingga 29 derajat (tergantung
pilot skill)
Setelah mendarat, taxi ke apron sambil mengembalikan flaps ke 0, dan seluruh after landing briefing di jalankan.
Catatan :
Taxi speed selama berada di apron maupun di taxiway tidak lebih dari 20 kts.
Seluruh fase yang dijalani sangat dipengaruhi oleh kondisi angin. Koreksi posisi pesawat secara manual apabila diperlukan.
Sebagai tambahan, saya sertakan penjelasan tentang panel Cessna 172
Keterangan :
Air Speed Indicator : Untuk menunjukkan Indicated Air Speed Pesawat
Horizontal Situation Indicator : Untuk menunjukkan kondisi pesawat apakah tegak lurus atau tidak
Altitude Indicator : Untuk menunjukkan altitude pesawat (Above Sea Level)
Heading Indicator : Untuk menunjukkan heading pesawat
Vertical Speed Indicator : Untuk menunjukkan Climb Rate dan Descend Rate
VOR 1 Indicator : Untuk menunjukkan posisi pesawat dari VOR tertentu
VOR 2 Indicator : Untuk menunjukkan posisi pesawat dari VOR tertentu
Auto Direction Find (ADF) : Untuk menunjukkan posisi pesawat dari NDB tertentu
Untuk
mengaktifkan VOR 1, kita perlu set frekuensi VOR utama yang kita pakai
pada NAV1 di radio stack, sedangkan VOR 2 merupakan VOR cadangan atau
VOR kedua yang kita tuju setelah VOR 1 pada penerbangan VFR dan
frekuensi VOR 2 diset pada NAV 2 di radio stack.
Auto Direction Find (ADF) akan aktif apabila kita set frekuensi NDB pada ADF di radio stack.
Demikian
sedikit tutorial ini yang sengaja saya buat dengan bahasa sesederhana
mungkin agar dapat dipahami dengan gampang. Semoga bermanfaat.
franz de assiz
(wakei memau)